KONSEP DASAR TEORI KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK

Pendekatan eksistensial berkembang sebagai reaksi atas dua model utama yang lain, yaitu psikoanalisis dan behaviorisme. Kedudukan psikoanalisis bahwa kemerdekaan terbatas pada kekuatan-kekuatan dorongan irasional dan peristiwa yang telah lalu. Kedudukan behaviorisme bahwa kemerdekaan terbatas oleh pengkondisian sosial budaya. Meskipun terapi eksistensial menerima premis bahwa pilihan kita terbatas pada keadaan eksternal, terapi menolak pendapat yang mengatakan bahwa kita ditentukan olehnya.

Terapi eksistensial berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan oleh karenanya bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Pandangan eksistensial didasarkan pada model pertumbuhan dan mengkonsepkan kesehatan bukan keadaan sakit. Seperti yang ditulis Deurzen-Smith (1988), konseling eksistensial tidak dirancang untuk menyembuhkan seperti tradisi model medis. Klien tidak dipandang sebagai orang yang sedang sakit melainkan sebagai orang yang merasa bosan atau kikuk dalam menjalani kehidupan.

Psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik – teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia. ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu :
1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, “Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang.” Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), “Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.

Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka. Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi“, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap konseling.

2. Kebebasan dan tanggung jawab.
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, “Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, “Kita adalah pilihan kita.” Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai “kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami”. Ungkapan Kierkegaard, “memilih diri sendiri”, menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa “kita adalah makhluk yang memutuskan”.

Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.

3. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenarnya, konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah.Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan kedalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.

4. Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.

http://ferryguidance.blogspot.com/2013/05/teori-eksistensial-humanistik.html

Leave a comment